Diberdayakan oleh Blogger.
 

Rabu, 09 Oktober 2019

STUDI KASUS TERHADAP PERUSAHAAN YANG BERGERAK DI BIDANG TIK (GO-JEK)

0 komentar

Disruption Technology adalah teknologi yang mengubah dasar persaingan dengan mengubah metrik persaingan kinerja di perusahaan (Nagy et al. 2016).
Teknologi baru yang kedatangannya menandakan pergeseran teknologi yang dominan di sektor itu (Ganguly et al. 2017).
Start-up business dengan model disruptive technology yang paling berhasil di Indonesia, yaitu GO-JEK yang didirikan oleh Nadiem Makarim. Berikut adalah tahapan-tahapan dalam membangun sebuah start-up business beserta contohnya:

Tahap 1: Problem/Solution Fit (Mencari Sebuah Masalah & Solusinya)

Pada tahap pertama pendirian sebuah start-up business, seseorang perlu mencari sebuah permasalahan yang layak dipecahkan (artinya, masalah tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila berhasil dipecahkan) serta sebuah atau rangkaian solusi yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam studi kasus GO-JEK ini, masalah dan solusi yang ada dapat diketahui sebagai berikut:

Masalah: Masyarakat di Jakarta memiliki problematika seputar transportasi umum yang layak namun terjangkau. Selama ini transportasi umum roda dua, yaitu ojek, memiliki masalah seperti: (1) argo yang ditetapkan bisa berbeda-beda antar-driver (tidak ada standarisasi), (2) kesulitan mencari orang yang membutuhkan jasa tersebut sehingga sebagian dari mereka harus standby di suatu pangkalan ojek yang menyebabkan transportasi umum ini tidak fleksibel, dan juga (3) tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah akan transportasi umum ini (jasa ojek itu tidak aman dan supir ojek cenderung ugal-ugalan dalam menyetir).
Solusi: Setelah mengidentifikasi berbagai masalah yang ada, Nadiem Makarim selaku calon pendiri (founder) GO-JEK mencari sebuah solusi yang bisa mengatasi berbagai problematika yang muncul dalam menggunakan transportasi umum ojek tersebut. Ia mendirikan perusahaan GO-JEK pada 2011 sebagai sarana agar seseorang bisa memperolehpelayanan jasa ojek yang terstandarisasi, teratur, aman, dan juga memiliki fleksibilitas. Pada tahapan ini juga, ia mengetahui bahwa terdapat nilai ekonomis yang besar apabila berhasil memecahkan problematika transportasi umum ojek ini, sebab permintaan (demand) akan transportasi umum yang layak di Jakarta masih tinggi dan juga potensi pasar ojek yang belum terstandarisasi merupakan kombinasi peluang yang sangat layak untuk dipecahkan.
Tahap 2: Product/ Market Fit (Mencari atau Mengembangkan Sebuah Produk yang Cocok untuk Pasar)

Pada tahap kedua ini, sebuah start-up business perlu mengembangkan sebuah produk ataupun jasa yang dapat memecahkan masalah tersebut, namun sekaligus marketable (bisa dijual) sehingga start-up business tersebut bisa menjalankan bisnisnya. Tahapan ini merupakan tahapan yang paling penting dikarenakan booming atau tidaknya sebuah produk berada di tahap ini, sehingga apabila sebuah start-up business gagal di tahap ini, dapat dipastikan bahwa bisnis tersebut tidak akan bisa berkembang dengan pesat ataupun survive (bertahan hidup) ditengah-tengah ketatnya persaingan yang ada.

Dalam kasus GO-JEK ini, Nadiem Makarim sebagai founder GO-JEK menyadari bahwa salah satu cara paling efisien dalam menghubungkan orang yang membutuhkan jasa ojek dengan para pengendara ojek adalah melalui aplikasi online yang memang pada saat itu sedang berkembang pesat-pesatnya.

Model bisnis pemesanan melalui aplikasi online yang dikembangkan oleh GO-JEK sendiri merupakan cerminan dari aplikasi transportasi umum lainnya, yaitu UBER di mana peran GO-JEK adalah hanya sebagai pihak ketiga yang memfasilitasi antara calon penumpang dengan pemberi jasa tumpangan tersebut. Strategi yang diterapkan GO-JEK tersebut berhasil dan memang sesuai dengan kebuisituhan market yang ada, sebab aplikasi tersebut antara lain menyediakan tarif yang terstandarisasi, fleksibilitas antara penumpang dengan penyedia jasa ojek, dan juga memberikan rasa aman pada pengguna jasa tersebut dikarenakan GO-JEK menyeleksi calon pengendara dengan ketat.

Produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat ini kemudian booming karena GO-JEK adalah pionir dari penyedia jasa transportasi umum ojek berbasis aplikasi pertama di Indonesia yang menyediakan solusi dari berbagai masalah jasa ojek yang ada di Jakarta. Pada tahap ini juga, perusahaan GO-JEK yang sedang berada di tahap growth membutuhkan pendanaan yang besar untuk promosi, pengembangan aplikasi, dan sebagainya, sehingga kemudian sebuah angel investor, yaitu Northstar Group yang berasal dari Singapura bersedia untuk menjadi salah satu investor utama perusahaan ini, dan menyuntik dana sebesar US$200 juta untuk kelangsungan perusahaan ini. Singkat cerita, GO-JEK kemudian menjadi salah satu pemain terbesar dalam pasar angkutan umum ojek berbasis aplikasi di Jakarta.

Tahap 3: Scale (Mengembangkan Skala Bisnis)

Pada tahap terakhir ini, sebuah start-up business mengembangkan skala bisnis mereka setelah kesuksesan awal (initial success) yang mereka peroleh di suatu kota ataupun suatu negara. Dengan mengembangkan skala bisnis, startup business tersebut berpotensi untuk melipatgandakan pendapatan yang mereka peroleh melalui aksi ekspansi untuk bisa mendapat pangsa pasar (market share) yang lebih besar ataupun mencari laba (profit) sebesar-besarnya sebelum pesaing mereka ataupun produk yang serupa muncul.

Dalam kasus GO-JEK ini, setelah keberhasilan mereka me-launching aplikasi ini di Jakarta dan mendapat respons yang sangat positif di kalangan masyarakat, GO-JEK dengan cepat berekspansi ke kota-kota besar lain di Indonesia yang memiliki masalah serupa, seperti Surabaya, Bandung, Makassar, Semarang, dan sebagainya sampai dengan titik di mana perusahaan ini menguasai pangsa pasar jasa ojek berbasis aplikasi secara nasional.

Saat ini, GO-JEK adalah perusahaan penyedia jasa ojek berbasis aplikasi terbesar di Indonesia dengan lebih dari 200 ribu orang pengemudi yang tersebar di seluruh Indonesia dan jutaan orang yang menjadi pengguna jasa tersebut dan Nadiem Makarim selaku founder PT. GO-JEK Indonesia mendapatkan semua yang dianggap sebagai definisi kesuksesan generasi milenial ini, yaitu Aset (berupa kepemilikan saham di GO-JEK senilai triliunan rupiah), worklife balance, dan juga tentunya public recognition sebagai salah satu technopreneur termuda dan paling sukses di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar