Disruption
Technology adalah teknologi yang mengubah dasar persaingan dengan mengubah
metrik persaingan kinerja di perusahaan (Nagy et al. 2016).
Teknologi
baru yang kedatangannya menandakan pergeseran teknologi yang dominan di sektor
itu (Ganguly et al. 2017).
Start-up
business dengan model disruptive technology yang paling berhasil di Indonesia,
yaitu GO-JEK yang didirikan oleh Nadiem Makarim. Berikut adalah tahapan-tahapan
dalam membangun sebuah start-up business beserta contohnya:
Tahap 1:
Problem/Solution Fit (Mencari Sebuah Masalah & Solusinya)
Pada
tahap pertama pendirian sebuah start-up business, seseorang perlu mencari
sebuah permasalahan yang layak dipecahkan (artinya, masalah tersebut memiliki
nilai ekonomis yang tinggi apabila berhasil dipecahkan) serta sebuah atau
rangkaian solusi yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam
studi kasus GO-JEK ini, masalah dan solusi yang ada dapat diketahui sebagai
berikut:
Masalah:
Masyarakat di Jakarta memiliki problematika seputar transportasi umum yang
layak namun terjangkau. Selama ini transportasi umum roda dua, yaitu ojek,
memiliki masalah seperti: (1) argo yang ditetapkan bisa berbeda-beda
antar-driver (tidak ada standarisasi), (2) kesulitan mencari orang yang
membutuhkan jasa tersebut sehingga sebagian dari mereka harus standby di suatu
pangkalan ojek yang menyebabkan transportasi umum ini tidak fleksibel, dan juga
(3) tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah akan transportasi umum ini (jasa
ojek itu tidak aman dan supir ojek cenderung ugal-ugalan dalam menyetir).
Solusi:
Setelah mengidentifikasi berbagai masalah yang ada, Nadiem Makarim selaku calon
pendiri (founder) GO-JEK mencari sebuah solusi yang bisa mengatasi berbagai
problematika yang muncul dalam menggunakan transportasi umum ojek tersebut. Ia
mendirikan perusahaan GO-JEK pada 2011 sebagai sarana agar seseorang bisa
memperolehpelayanan jasa ojek yang terstandarisasi, teratur, aman, dan juga
memiliki fleksibilitas. Pada tahapan ini juga, ia mengetahui bahwa terdapat
nilai ekonomis yang besar apabila berhasil memecahkan problematika transportasi
umum ojek ini, sebab permintaan (demand) akan transportasi umum yang layak di
Jakarta masih tinggi dan juga potensi pasar ojek yang belum terstandarisasi
merupakan kombinasi peluang yang sangat layak untuk dipecahkan.
Tahap 2:
Product/ Market Fit (Mencari atau Mengembangkan Sebuah Produk yang Cocok untuk
Pasar)
Pada
tahap kedua ini, sebuah start-up business perlu mengembangkan sebuah produk ataupun
jasa yang dapat memecahkan masalah tersebut, namun sekaligus marketable (bisa
dijual) sehingga start-up business tersebut bisa menjalankan bisnisnya. Tahapan
ini merupakan tahapan yang paling penting dikarenakan booming atau tidaknya
sebuah produk berada di tahap ini, sehingga apabila sebuah start-up business
gagal di tahap ini, dapat dipastikan bahwa bisnis tersebut tidak akan bisa
berkembang dengan pesat ataupun survive (bertahan hidup) ditengah-tengah
ketatnya persaingan yang ada.
Dalam
kasus GO-JEK ini, Nadiem Makarim sebagai founder GO-JEK menyadari bahwa salah
satu cara paling efisien dalam menghubungkan orang yang membutuhkan jasa ojek
dengan para pengendara ojek adalah melalui aplikasi online yang memang pada
saat itu sedang berkembang pesat-pesatnya.
Model
bisnis pemesanan melalui aplikasi online yang dikembangkan oleh GO-JEK sendiri
merupakan cerminan dari aplikasi transportasi umum lainnya, yaitu UBER di mana
peran GO-JEK adalah hanya sebagai pihak ketiga yang memfasilitasi antara calon
penumpang dengan pemberi jasa tumpangan tersebut. Strategi yang diterapkan
GO-JEK tersebut berhasil dan memang sesuai dengan kebuisituhan market yang ada,
sebab aplikasi tersebut antara lain menyediakan tarif yang terstandarisasi,
fleksibilitas antara penumpang dengan penyedia jasa ojek, dan juga memberikan
rasa aman pada pengguna jasa tersebut dikarenakan GO-JEK menyeleksi calon
pengendara dengan ketat.
Produk
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat ini kemudian booming karena GO-JEK
adalah pionir dari penyedia jasa transportasi umum ojek berbasis aplikasi
pertama di Indonesia yang menyediakan solusi dari berbagai masalah jasa ojek
yang ada di Jakarta. Pada tahap ini juga, perusahaan GO-JEK yang sedang berada
di tahap growth membutuhkan pendanaan yang besar untuk promosi, pengembangan
aplikasi, dan sebagainya, sehingga kemudian sebuah angel investor, yaitu
Northstar Group yang berasal dari Singapura bersedia untuk menjadi salah satu
investor utama perusahaan ini, dan menyuntik dana sebesar US$200 juta untuk kelangsungan
perusahaan ini. Singkat cerita, GO-JEK kemudian menjadi salah satu pemain
terbesar dalam pasar angkutan umum ojek berbasis aplikasi di Jakarta.
Tahap 3:
Scale (Mengembangkan Skala Bisnis)
Pada
tahap terakhir ini, sebuah start-up business mengembangkan skala bisnis mereka
setelah kesuksesan awal (initial success) yang mereka peroleh di suatu kota
ataupun suatu negara. Dengan mengembangkan skala bisnis, startup business
tersebut berpotensi untuk melipatgandakan pendapatan yang mereka peroleh melalui
aksi ekspansi untuk bisa mendapat pangsa pasar (market share) yang lebih besar
ataupun mencari laba (profit) sebesar-besarnya sebelum pesaing mereka ataupun
produk yang serupa muncul.
Dalam
kasus GO-JEK ini, setelah keberhasilan mereka me-launching aplikasi ini di
Jakarta dan mendapat respons yang sangat positif di kalangan masyarakat, GO-JEK
dengan cepat berekspansi ke kota-kota besar lain di Indonesia yang memiliki
masalah serupa, seperti Surabaya, Bandung, Makassar, Semarang, dan sebagainya
sampai dengan titik di mana perusahaan ini menguasai pangsa pasar jasa ojek
berbasis aplikasi secara nasional.
Saat ini,
GO-JEK adalah perusahaan penyedia jasa ojek berbasis aplikasi terbesar di
Indonesia dengan lebih dari 200 ribu orang pengemudi yang tersebar di seluruh
Indonesia dan jutaan orang yang menjadi pengguna jasa tersebut dan Nadiem
Makarim selaku founder PT. GO-JEK Indonesia mendapatkan semua yang dianggap
sebagai definisi kesuksesan generasi milenial ini, yaitu Aset (berupa
kepemilikan saham di GO-JEK senilai triliunan rupiah), worklife balance, dan
juga tentunya public recognition sebagai salah satu technopreneur termuda dan
paling sukses di Indonesia.